Hari kamis, tepatnya tanggal 24 Juli 2010 saya diminta untuk menjadi juri lomba baca tingkat Sekolah Dasar. Setelah dua tahun berturut-turut menjadi dewan juri lomba tersebut akhirnya saya mendapat sertifikat dengan tulisan Liestina Agustin S.Pd P praktisi Seni Budaya.
Saya tersenyum bangga melihatnya, sekaligus bertanya-tanya dalam hati apakah saya berhak menyandang gelar sebagai Praktisi Seni Budaya?
Apakah karena saya menulis sebuah lagu yang sangat sederhana berjudul "Hymne Membaca", ataukah karena saya pernah menyandang predikat mojang kota Bandung 2010? ataukah karena sejumlah piagam penghargaan yang saya raih di Bidang Kesenian khususnya Seni Musik semasa saya kecil dulu?
Yang pasti gelar praktisi budaya ini sedikit menggelitik saya. Mind set saya mengenai budaya adalah keseluruhan aspek kehidupan baik itu yang berwujud dan tidak berwujud (tangible and intangible). Bukankah kita semua praktisi seni dan budaya? Kalau boleh saya ingin mempersembahkan gelar praktisi Seni Budaya ini kepada semua orang yang "nyeni dan berbudaya" di Kota Bandung.
Thursday, July 24, 2010 the exact date I was asked to judge the level of elementary school reading contest. After two years in a row into the race jury ultimately I got a certificate with the inscription Liestina Agustin S. Pd P practitioners Art Culture.
I am proud to see, at the same time wondering to myself whether I am entitled to a degree as a practitioner of Art and Culture? Is it because I wrote a very simple song titled "Reading the hymn", or because I never carry the predicate ancestor city of Bandung in 2010? or because a number of charter award that I achieved in the Field of Art Music Art, especially during my child?
What is certain degree of cultural practitioners was slightly intrigued me. My mind set is the whole aspect of cultural life that's both tangible and intangible assets. Do not we all practitioners of the art and culture? If I may I would like to dedicate this Cultural practitioner title to all the people who "nyeni dan berbudaya" in Bandung.